Keris Dalam Pandangan Jawa – Makna filosofis keris sebagai symbol pengantin pria adalah maknanya sebagai pandangan dunia. Kesakralan keris dalam wahana perkawinan yang berdimensi spiritual-keilahian memberitahukan mistisisme keris, bukan lagi magisme.
Terlebih dahulu, sebelum dielaborasi keris dalam pandangan dunia Jawa, ada baiknya disinggung pula perbedaan antara magisme dan mistisisme, antara sifat magis dan sifat mistis. Hal ini penting berhubung dengan salahkaprah di masyarakat yang tampaknya banyak terjadi. Salah-kaprah itu adalah tidak dikenalnya perbedaan tajam, atau pemakaian kosakata yang saling dipertukarkan antara “mistis” dengan “mitis/mitos”.
Kalau disebut magis dan magisme, hal itu berarti bahwa konteksnya adalah mitis, berasal kata mitis (myth). Sedangkan apabila disebut mistis (dengan “s” di tengah) asal katanya adalah mistik (mystique). Apabila demikian maka menjadi jelas bahwa mitos dan mistik itu memang sangat berbeda. Mitos atau myth adalah:
Pertama:
“An ancient story that is based on popular beliefs or that explains
natural or historical events.”
Kedua:
“A widely belief but false story or idea”.
(Oleh: Longman)
Dalam konteks kebudayaan manusia dikenal adanya tiga tahapan, yakni: Tahap Mitis, Tahap substansialistik dan Tahap fungsional (van Peursen, 1977).
Tahap mitis ini adalah tahapan sejarah budaya paling lama dan paling tua berhubung dengan ciri kepurbaannya, yang kadang-kadang secara sepihak disebut dengan tahapan primitif.
Masyarakat purba itu mempunyai asas kepercayaan ketuhanan animisme- dinamisme dengan unsur kekeramatan pada zat- zat fisik seperti lautan, sungai, danau, gunung, jurang, pohonpohon besar yang dalam kepercayaan keagamaan tertentu diikuti aksi meletakkan sesajen di dekat benda atau wujud yang dikeramatkan tersebut. Mantra, tabu dan ritual merupakan aksi sandingan yang melekat ke dalam jagat mitos.
Peran Adanya Mitos Dikalangan Masyarakat
Van Peursen menjelaskan bahwa jagat mitos mempunyai tiga fungsi pokok, yakni;
- Menyadarkan adanya kekuatan ajaib atau alam gaib.
- Memberi semacam jaminan kekinian, dan
- Memberi pengetahuan tentang dunia. Mirip fungsi ilmu dan filsafat bagi jagat modern.
Berlandaskan pada fungsi- fungsi tersebut, keris dalam rangka pandangan dunia Jawa bukan hanya mewujudkan mistisisme dalam ciri mistik, melainkan sekaligus memenuhkan ke tiga fungsi mitos itu.
Keris dikeramatkan, menjadi dipersepsi secara gaib semisal pada jamasan pusaka setiap tanggal 1 Sura tahun Jawa. Paling tidak, dalam kerangka fungsi pertama mitos itu sering disaksikan unsur keajaiban dalam keris seperti bilah keris yang bisa berdiri di atas meja dengan posisi terbalik (sisi runcing di bawah, gagang keris di atas).
Dalam fungsi ke dua, jaminan masa kini, pemilik keris khususnya keris pusaka secara psikologis merasakan ketentaraman hidup. Dalam fungsinya yang ke tiga, yakni aspek kepengetahuannya, keris ternyata memberikan “kawruh kejawaan” khas yang bersifat, baik filosofis maupun gnosis (pengetahuan keilahian).
Adapun yang disebut magis adalah kelanjutan dari mitos. Yakni jenis mitos negatif, misalnya sihir, jengges, tenung dan santet. Minimal sifat magis ini merupakan pengkultusan lagi dari sesuatu mitos.
Jadi, jika mitos melekat di dalamnya ciri pemberhalaan, dalam magis pemberhalaan itu dikuadratkan sehingga bisa melahirkan sifat dan watak negatif.
Sedangkan mistik atau mystique adalah: “a special quality that makes person or thing seem myaterious and different, esp. causing admiration”.
Adapun mistisisme adalah: “the attempt to gain, or practice of gaining, a knowledge or real/ truth and union with God by prayer and meditation”. (Longman).
Keris Sebagai Gambaran Manunggal dengan Tuhan
Arti mistisisme dalam rumusan yang terakhir inilah yang melingkupi bahasan keris dalam pandangan dunia Jawa yang lazim dikenal dengan frasa “Manunggaling kawula Gusti.” Sering juga disebut dengan “Jumbuhing kawula Gusti,” atau “Pamoring kawula Gusti.” Mistisisme identik dengan tasawuf dan sufisme dalam Islam, sebagaimana dijelaskan oleh Harun Nasution, bahwa:
“Tasawuf atau sufisme sebagaimana halnya dengan mistisisme di luar agama Islam, mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan. lntisari mistisisme termasuk di dalamnya sufisme, ialah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara ruh dengan Tuhan, dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi”.
Kesadaran berada dekat Tuhan itu dapat mengambil bentuk ijtihad, bersatu dengan Tuhan.” (Simuh, 2003: 25).
Chat Langsung Dengan RM. Ashraff Sigid Untuk PEMAHARAN dan KONSULTASI Pusaka.
RM. Ashraff Sigid – Kolektor Keris & Guru Spiritual